FAKTAIN.COM – Rejang Lebong, Bengkulu – Sebuah putusan kontroversial dari Pengadilan Negeri Curup, Rejang Lebong, Bengkulu, mendadak viral dan memicu gelombang kemarahan publik. Hakim Eka Kurnia Nengsih, S.H., menjatuhkan vonis kerja sosial berupa membersihkan masjid selama 60 jam kepada salah satu pelaku pengeroyokan pelajar, berinisial DM, yang menyebabkan korban lumpuh permanen.
Keputusan ini sontak menimbulkan kekecewaan mendalam dari keluarga korban, RA (16), yang kondisinya kini terpuruk akibat pengeroyokan brutal pada sekitar bulan September 2024 lalu. Ayah korban, Rovi, mengungkapkan rasa frustrasinya atas vonis yang dinilai terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita anaknya.
“Anak saya lumpuh, masa pelaku cuma disuruh bersih-bersih masjid? Ini tidak adil sama sekali!” tutur Rovi dengan nada bergetar kepada awak media.
Kronologi dan Kejanggalan Putusan
Kasus ini bermula dari pengeroyokan yang menimpa RA, seorang pelajar, hingga menyebabkan dirinya mengalami kelumpuhan. Dalam persidangan di PN Curup, Hakim Eka Kurnia Nengsih memutuskan bahwa terdakwa DM divonis kerja sosial 60 jam membersihkan masjid, dengan batasan maksimal tiga jam per hari. Selain itu, DM juga dikenai syarat pidana bersyarat dan wajib lapor.
Namun, yang menjadi sorotan dan memicu kemarahan adalah pertimbangan majelis hakim yang dinilai janggal. Kuasa hukum korban, Ana Tasia Pase S.H., M.H., mengungkapkan bahwa dalam pertimbangan putusan, hakim menyebut kelumpuhan RA bukan semata karena pengeroyokan melainkan juga karena tertimpa motor.
“Ini sangat aneh. Rekaman video dan kesaksian jelas menunjukkan bahwa pengeroyokan itu yang menyebabkan anak ini lumpuh. Mengapa hakim membuat pertimbangan yang menyimpang dari fakta di persidangan?” tegas Ana Tasia Pase.
Ia juga menambahkan bahwa putusan ini telah mencederai rasa keadilan dan mempertanyakan objektivitas hakim dalam melihat kasus yang dampaknya begitu fatal bagi korban.
Akan Ajukan Banding, Publik Bersuara
Keluarga korban dan kuasa hukumnya menyatakan dengan tegas akan mengajukan banding atas putusan ini. Mereka berharap putusan di tingkat selanjutnya dapat memberikan keadilan yang sesungguhnya bagi RA. “Kami akan terus berjuang agar pelaku mendapatkan hukuman setimpal,” pungkas Ana Tasia.
Vonis “bersihkan masjid” ini dengan cepat menjadi buah bibir di media sosial. Berbagai platform dipenuhi dengan kecaman dan kritik pedas terhadap putusan hakim. Netizen mempertanyakan logika di balik hukuman yang dianggap terlalu ringan untuk kejahatan serius yang mengakibatkan kelumpuhan permanen.
“Kalau penganiayaan sampai lumpuh cuma bersih-bersih masjid, bagaimana dengan kasus pembunuhan? Cukup disuruh nyapu kuburan?” tulis salah satu pengguna X (sebelumnya Twitter), @NetizenBengkulu.
Menanggapi polemik ini, Ketua Pengadilan Negeri Curup, Santonius Tambunan, S.H., M.H., sempat menjelaskan bahwa Hakim Eka Kurnia Nengsih ditunjuk memimpin perkara ini karena memiliki sertifikasi khusus untuk menangani perkara anak.
Namun, penjelasan tersebut tidak meredakan kemarahan publik yang menuntut keadilan bagi RA dan keluarganya. Kasus ini kini menjadi sorotan nasional, menyoroti urgensi evaluasi terhadap putusan-putusan yang kontroversial dan dampaknya terhadap kepercayaan masyarakat pada sistem peradilan.
Eksplorasi konten lain dari Faktain.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Tinggalkan Komentar