Soeharto Pahlawan Nasional? Wacana Ini Bak Kobaran Api, Memicu Kritik Tajam dari Pegiat Anti-Korupsi!
Rencana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, yang kabarnya bakal diumumkan hari ini, Senin (10/11/2025), sontak menuai badai kritik. Para pegiat antikorupsi tak tinggal diam, menyuarakan penolakan keras atas kebijakan kontroversial ini.
IM57+ Institute, sebuah organisasi yang menjadi wadah bagi para mantan punggawa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuding langkah pemerintah ini sebagai upaya nyata untuk mengaburkan catatan sejarah koruptif di Indonesia. Mereka melihatnya sebagai bentuk pemutihan dosa masa lalu yang bisa sangat berbahaya bagi masa depan bangsa.
Ironi di Tengah Upaya Pemulihan Aset
Lakso Anindito, Ketua IM57+ Institute sekaligus mantan penyidik KPK, menyatakan ada ironi yang menganga lebar di balik wacana ini. Ia menyoroti bagaimana penetapan status pahlawan bagi Soeharto terjadi di tengah gencar-gencarnya upaya pemulihan aset hasil kejahatan yang diduga dilakukan oleh sang mantan presiden.
“Saat berbagai upaya untuk memulihkan aset hasil kejahatan Soeharto dilakukan, di sisi lain, malah terdapat penegasan status Soeharto menjadi pahlawan,” ungkap Lakso dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/11/2025).
Lakso mempertanyakan kelayakan seorang presiden dengan riwayat dugaan keterlibatan korupsi untuk menyandang predikat pahlawan. Menurutnya, tindakan semacam ini sangat berisiko karena dapat menciptakan preseden buruk yang mengerikan bagi para pemimpin di masa depan.
“Ini berbahaya karena akan membuat preseden bagi para presiden ke depan, seolah-olah tidak masalah terlibat dalam skandal apapun. Asalkan memiliki kekuasaan, maka seluruh skandal seakan terhapus,” ujar Lakso dengan nada prihatin.
Lebih lanjut, ia juga menyuarakan kekhawatiran mendalam mengenai konsekuensi hukum yang mungkin timbul dari status pahlawan tersebut. Apakah proses pemulihan aset yang kini berjalan lancar kelak akan dianggap sebagai tindakan penistaan jika menelusuri harta seorang pahlawan nasional?
Prioritas Pemerintah Dipertanyakan
IM57+ Institute, yang terdiri dari para mantan pegawai KPK yang terdepak melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kontroversial, turut menyoroti prioritas kebijakan pemerintah. Lakso menilai, di saat Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang sangat krusial bagi pemberantasan korupsi belum juga disahkan, pemerintah justru terkesan sibuk memberikan gelar kepada sosok yang kontroversial karena isu korupsi.
“Prioritas yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat ini bisa menjadi tumpukan kekecewaan terhadap kinerja pemerintah ke depan,” tukasnya.
Pembelokan Sejarah yang Mencederai Semangat Anti-Korupsi
Kritik serupa juga menggema dari mantan penyidik senior KPK lainnya, M Praswad Nugraha. Ia tak segan menyebut penganugerahan gelar ini sebagai pembelokan sejarah yang secara nyata mencederai semangat antikorupsi yang telah lama diperjuangkan.
Praswad mengingatkan kembali bahwa alasan utama di balik pelengseran Soeharto pada era Reformasi adalah maraknya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang merajalela.
“Menempatkan Soeharto, tokoh yang diturunkan karena isu korupsi, sejajar dengan pahlawan lain seperti Mohammad Hatta, yang dikenal sebagai tokoh anti-korupsi, adalah sebuah ironi yang tidak bisa diterima,” tegas Praswad.
Pemerintah Kukuh dengan Keputusannya
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi telah mengonfirmasi bahwa nama Soeharto memang masuk dalam daftar penerima gelar pahlawan. “Ya, masuk, masuk,” ujarnya, menambahkan bahwa sekitar sepuluh nama lain juga akan diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto hari ini, 10 November 2025.
Prasetyo menjelaskan, pemberian gelar ini merupakan bagian dari upaya penghormatan terhadap para pemimpin terdahulu yang dinilai memiliki jasa luar biasa bagi bangsa dan negara.
Eksplorasi konten lain dari Faktain.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Komentar