News
kehidupan pesantren

Kontroversi Adab di Pesantren: Mencium Kaki Kyai dan Tradisi “Ngesot”

Tradisi penghormatan kepada guru, ulama, atau kyai di lingkungan pesantren kerap kali memunculkan perdebatan, terutama mengenai praktik seperti mencium kaki dan berjalan mengeseot (berjalan merangkak/jongkok) di hadapan kyai. Apakah praktik-praktik ini diajarkan secara eksplisit dalam ajaran Islam? Bagaimana ulama memandangnya?

Kontroversi Adab di Pesantren: Mencium Kaki Kyai dan Tradisi “Ngesot”

Tradisi penghormatan kepada guru, ulama, atau kyai di lingkungan pesantren kerap kali memunculkan perdebatan, terutama mengenai praktik seperti mencium kaki dan berjalan mengeseot (berjalan merangkak/jongkok) di hadapan kyai. Apakah praktik-praktik ini diajarkan secara eksplisit dalam ajaran Islam? Bagaimana ulama memandangnya?

Hukum Mencium Kaki Ulama, Mahabbah atau Berlebihan?

Mencium tangan ulama atau orang tua adalah bentuk penghormatan yang umum dalam tradisi Islam di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, praktik mencium kaki seringkali dianggap lebih ekstrem.

Pandangan Mayoritas Ulama

Menurut beberapa ulama kontemporer, seperti Buya Yahya dan juga didukung oleh dalil-dalil dari ulama terdahulu seperti yang dikutip oleh Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Baththal, mencium kaki ulama, orang saleh, atau orang tua adalah diperbolehkan (mubah) atau bahkan disunnahkan dengan beberapa syarat:

  • Tujuan
    Niatnya adalah sebagai bentuk mahabbah (cinta), ta’zhim (penghormatan), dan tawadhu’ (kerendahan hati) kepada kemuliaan, ilmu, dan kesalehan mereka.
  • Dasar Hadis
    Ada riwayat yang menyebutkan bahwa para sahabat mencium tangan dan kaki Rasulullah SAW, serta sahabat seperti Ali bin Abi Thalib mencium tangan dan kaki pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib
  • Bukan Ibadah
    Perbuatan tersebut harus dipahami sebagai adat atau penghormatan sosial, bukan pengagungan dalam arti ibadah (seperti sujud yang hanya ditujukan kepada Allah SWT).

Batasan dan Saran Meninggalkan

Meskipun diperbolehkan, sebagian ulama memberikan catatan dan bahkan menyarankan untuk meninggalkannya (hukumnya aula, lebih utama) demi menghindari hal-hal berikut:

  1. Pengagungan Berlebihan
    Khawatir praktik tersebut mengarah pada ghuluw (sikap berlebihan) yang bisa menyerupai penyembahan atau membahayakan akidah.
  2. Rasa Sombong Kyai
    Jika kyai/ulama yang dicium kakinya menjadi senang, bangga, atau meminta untuk diperlakukan seperti itu, maka itu adalah hal yang tidak diperbolehkan.
  3. Hanya Formalitas
    Buya Yahya menekankan bahwa mencium kaki tanpa disertai bakti, penghormatan batin, dan amal saleh kepada orang tua atau guru adalah hal yang sia-sia.

Kesimpulannya, dalam perspektif fikih, mencium kaki ulama karena menghormati ilmu dan kesalehan mereka adalah tidak terlarang, namun harus dijaga agar tidak berlebihan dan tidak dilakukan dengan niat ibadah kepada selain Allah.

Fenomena “Mengeseot”,Adab atau Tradisi Lokal?

Istilah “mengeseot” merujuk pada cara berjalan dengan merangkak, beringsut, atau merayap di atas lantai, biasanya dilakukan santri di hadapan kyai atau orang yang sangat dihormati. Fenomena ini erat kaitannya dengan tradisi di beberapa pesantren dan masyarakat Jawa, meskipun tidak ada dalil khusus dalam Al-Qur’an atau Hadis yang memerintahkan secara spesifik.

Advertisements

Adab dalam Perspektif Pesantren

Praktik mengeseot atau berjalan merangkak diyakini sebagai simbol puncak kerendahan hati (tawadhu’) dan penghormatan (ta’zhim) santri kepada kyai yang dianggap sebagai pewaris nabi (waratsatul anbiya’). Tujuannya adalah untuk menunjukkan:

  • Rasa hormat yang mendalam agar posisi kepala tidak lebih tinggi dari kyai.
  • Kesantunan dan adab yang tinggi di lingkungan yang menjunjung tinggi hirarki spiritual dan keilmuan.

Pertimbangan Syariat

Meskipun syariat Islam sangat menganjurkan tawadhu’ dan menghormati ulama, tidak ada dalil yang mewajibkan cara berjalan tertentu seperti mengeseot. Para ulama umumnya berpendapat:

  • Bukan Sujud
    Perilaku ini bukan termasuk sujud yang diharamkan (sujud kepada selain Allah), karena sujud yang terlarang harus disertai niat ibadah.
  • Tradisi vs. Inti Ajaran
    Jika praktik ini hanya menjadi adat atau tradisi lokal yang sarat makna penghormatan tanpa niat ibadah, maka hal ini dapat ditoleransi. Namun, inti dari penghormatan sejati adalah mematuhi nasihat guru, mengabdi, dan mendoakan mereka, bukan sekadar basa-basi fisik.

Kritik terhadap tradisi ini sering muncul ketika praktik tersebut dianggap terlalu berlebihan atau membuat santri menjadi tidak nyaman, sehingga menghalangi substansi pendidikan itu sendiri.

Kesimpulan

Baik praktik mencium kaki maupun mengeseot di depan kyai adalah fenomena budaya dan tradisi pesantren yang tumbuh dari nilai-nilai penghormatan dan kerendahan hati yang sangat dijunjung tinggi.

Secara hukum Islam:

  • Mencium kaki ulama (tanpa niat ibadah dan tanpa ada kesombongan dari kyai) adalah diperbolehkan berdasarkan riwayat para sahabat.
  • Mengeseot adalah tradisi sosial yang merefleksikan tawadhu’, dan tidak dihukumi sebagai sujud yang haram.

Namun, ulama menekankan bahwa penghormatan sejati harus datang dari hati dan diwujudkan melalui kepatuhan, pengabdian, dan doa, bukan sekadar ritual fisik yang berlebihan dan formalitas tanpa makna.


Eksplorasi konten lain dari Faktain.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

ALFIE RENALDY

Content Manager at Faktain.com

Baca Informasi Lainnya

Post navigation

Tinggalkan Komentar

Kasih Komentar

Eksplorasi konten lain dari Faktain.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca